Skip to main content

05 Berpikir Serius



Hehe.. sobat muda muslim semua. Judulnya bikin bete gak nih? Kebanyakan orang pasti berkerenyit mata dan dahinya kalo udah disuguhi bacaan yang ngajak serius. Apalagi kita yang hidup di Indonesia ini. Gampang banget nemuin orang yang malas membaca, apalagi yang ngajakin serius. “Ogah ah, mending nonton iklan TV!”
Tapi kamu harus paham, bahwa dengan seriuslah kita akan dihormati sebagai manusia. Lihat aja mereka yang ‘udah bisa jadi orang’. Semuanya adalah orang-orang yang serius. Sedangkan mereka yang hanya bisa menjadi beban bagi orang-orang di sekitarnya, atau kasarnya ‘sampah masyarakat’, adalah orang-orang yang malas.
Sedangkan kita sebagai muslim telah diminta oleh Allah SWT dan Rasul-Nya untuk selalu memanfaatkan waktu yang ada dan menjadi manusia-manusia yang produktif, berpikir agar senantiasa bermanfaat bagi orang lain.
Nah, agar kita-kita bisa jadi muslim yang dinamis, produktif, penuh karya, dan bermanfaat bagi orang lain, tentu saja kita harus memulainya dengan berpikir. Kok pake mikir segala? Tentu saja. Sebab hanya orang-orang yang ‘otak-udang’ sajalah yang melakukan sesuatu tanpa dipikir terlebih dahulu. Tul gak? Allah SWT berfirman:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (TQS Al-Israa’ [17]: 36)
Hanya saja, berpikir yang produktif bukan hanya asal berpikir. Tapi kudu berpikir yang serius. Kaya apa sih berpikir serius itu?
Dalam buku Hakekat Berpikir (2003) disebutkan, “Keseriusan (dalam berpikir) adalah adanya maksud, (dan) adanya usaha untuk merealisasikan maksud tersebut, disertai dengan adanya gambaran yang baik tentang fakta yang dipikirkan.”
Contohnya gini, berpikir tentang bahaya bukanlah semata-mata untuk membahas tentang bahaya, tetapi juga dalam rangka menjauhi bahaya. Berpikir tentang makan bukanlah sekadar membahas tentang makan, tetapi juga dalam rangka memperoleh makanan. Berapa banyak tetangga yang mantenan dan kapan saja jadwalnya. Hehe..
Berpikir tentang permainan juga bukan semata-mata membahas permainan, tetapi ditujukan untuk ikut bermain. Berpikir tentang piknik bukan pula sekadar membahas tentang piknik, tetapi dimaksudkan untuk menikmati piknik. Bagaimana bisa puas menikmati perjalanan dan pemandangan yang ada, tetapi tetap gratis. J
Begitu juga dengan berbagai aktivitas berpikir lainnya, bagaimanapun jenisnya. Intinya adalah berpikir tentang sesuatu plus berpikir tentang bagaimana mewujudkan sesuatu yang dipikirkan itu. Ini dia nih, yang dinamakan dengan berpikir serius.
Berpikir tentang suatu hal mesti dimaksudkan untuk mengetahui hal tersebut. Sementara berpikir tentang realisasi hal tersebut harus ditujukan dalam rangka mewujudkannya. Tidak boleh ada kesia-siaan. Jangan sampe deh kita ngabisin waktu dan meres otak, tapi cuma begitu doang, gak ada terusannya.
Kalo kamu-kamu udah mulai berpikir dengan cara seperti ini, yakni berpikir bukan hanya asal berpikir, tapi juga sekaligus berpikir bagaimana cara mewujudkannya, kamu-kamu bakalan lebih mudah deh buat ngedapetin apa yang kamu inginkan. Suer!

***

Kebanyakan manusia berpikir tidak secara serius. Akibatnya, berbagai aktivitas yang mereka lakukan hanyalah semata didasarkan pada aspek rutinitas (kebiasaan) thok. Kesia-siaan proses berpikir mereka tampak dengan sangat jelas. Sejelas teriknya mentari siang hari di musim kemarau daratan Afrika yang gersang. Panas, bo!
Kebiasaan buruk ini berarti bahwa, keseriusan dalam berpikir bukanlah sesuatu yang alamiah. Tapi emang kudu kita latih agar selalu hadir setiap saat kita berpikir.
Oleh karena itu, keseriusan dalam berpikir harus diusahakan dengan benar. Dalam hal ini, adanya maksud-tertentu merupakan asas dalam berpikir serius, sedangkan menciptakan keseriusan merupakan tujuan itu sendiri. Mereka yang berpikir tentang sesuatu tapi gak bermaksud untuk mewujudkannya, ya terpaksa harus kita coret deh dari daftar orang-orang yang berpikir serius. Bye bye.
Misalnya, orang yang sedang berpikir tentang pernikahan tapi nggak memperhatikan hal-hal yang dapat merealisasikan pernikahannya. Pada saat demikian, ia tidak dikatakan berpikir serius tentang pernikahan. (Cuma ngayal porno, kali?)
Juga seseorang yang berpikir agar bisa memberi makan keluarganya tetapi malah bermain-main dan berkeliling di pasar tanpa usaha. Pada saat demikian, ia pun tidak dianggap sebagai orang yang serius dalam memikirkan nafkah keluarganya.
Demikian juga kamu. Kalau kamu berpikir pengin jadi ilmuwan, dokter, penulis, programmer, usahawan atau apapun, tapi kamu nggak melakukan usaha-usaha yang emang bisa mengarah ke sana, ya wassalam lah.
Kalo kamu berpikir pengin jadi dokter, ya belajarlah sungguh2 ilmu biologi, anatomi, neurologi, parasitologi, virologi ataupun ilmu2 lain yang berkaitan. Jangan malah sibuk ngoleksi foto-foto dan ngapalin lirik lagunya personil AFI. Itu artinya Jaka Sembung turun gunung mampir makan di warung, alias kagak nyambung!
Apalagi yang lebih edan nih, sibuk ngapalin gaya film-film atawa gambar-gambar porno dengan alasan, “Ini gue juga lagi belajar anatomi!” Wasyahhh.. Itu mah bukannya serius berpikir jadi dokter, tapi serius berpikir mau jadi tamunya malaikat Malik! Ya nggak, pren?!
Walhasil, berpikir serius meniscayakan adanya usaha untuk merealisasikan maksud yang dipikirkan. Dan juga, usaha tersebut harus setaraf alias nyambung dengan maksudnya. Kalo seseorang tidak berusaha untuk merealisasikan maksud dalam berpikirnya, atau sudah berusaha mewujudkannya tapi gak nyambung dengan apa yang dipikirkannya, maka ia tetap tidak dianggap serius dalam berpikir.
Omongan seseorang bahwa ia serius dalam berpikir juga nggak cukup buat ngebuktiin keseriusannya. Para politikus yang lagi sibuk dengan pemilunya bolehlah obral janji ke sana kemari “akan mensejahterakan rakyat” sampe mulut berbusa. Tapi kalo kenyataan selama mereka jadi pejabat negara selama bertahun-tahun yang ada cuma perut mereka yang semakin tambun, ya sama aja bodong.
Dengan demikian, upaya real untuk melaksanakan sejumlah aktivitas fisik yang setaraf dengan apa yang dipikirkan merupakan hal yang harus ada demi terwujudnya keseriusan dalam berpikir, agar dapat menjadi bukti keseriusannya dalam berpikir.
Individu-individu yang malas, orang-orang yang tidak mau menanggung berbagai risiko, orang-orang yang didominasi rasa malu; rasa takut, atau ketergantungan kepada yang lain, mereka semua sebenarnyanya tidak pernah serius dalam apa yang mereka pikirkan.
Hal ini dikarenakan, kemerosotan berpikir akan mendorong seseorang untuk menginginkan yang mudah-mudah, sehingga dia enggan mengupayakan hal-hal yang lebih berat dan sulit. Pengin jadi orang kaya tapi nggak mau berkeringat. Pengin lulus ujian dengan nilai bagus, tapi malas untuk menyerap ilmu dan latihan soal.
Kemalasan bertentangan dengan keseriusan, dan ketidakmauan menanggung risiko akan memalingkan kita dari keseriusan. Sementara rasa malu, takut, dan ketergantungan kepada yang lain juga akan menghalangi kita dari keseriusan. Nggak paham ilmu yang lagi disampaikan, eh malu nanya. Giliran diajakin nongkrong di pinggir jalan sambil nggodain tetangga desa lewat, ilang tuh malunya! Huh, dasar!
So, upaya mengangkat taraf berpikir, menghilangkan kemalasan, menghapus keengganan untuk menanggung risiko, membedakan rasa malu dengan apa yang wajib dimalui, menumbuhkan keberanian, serta menjadikan sikap bergantung pada diri sendiri (mandiri), kudu kita jadikan sebagai kebiasaan yang harus dimiliki. OK?!

***

Keseriusan dalam berpikir tidak mengharuskan adanya “jarak (waktu) yang dekat” ataupun “jarak (waktu) yang jauh” antara berpikir dan amal (berbuat), karena amal sendiri merupakan buah dari aktivitas berpikir.
Ada orang yang berpikir untuk dapat pergi ke bulan, sementara jarak antara ia berpikir dengan sampainya ia pada tujuan tersebut jauh sekali. Ada juga orang yang berpikir tentang makan, tapi jarak antara berpikir tentang makan dan aktivitas makannya itu sendiri cuma beda beberapa menit. Contoh gampangnya kalo kamu lagi ngabuburit nunggu bedug pas bulan puasa itu lho.
Walhasil, masalahnya bukanlah masalah jarak, karena jarak antara berpikir dan berbuat tidak harus dekat atau jauh. Kadang-kadang dekat, kadang-kadang jauh. Yang terpenting adalah keharusan adanya perbuatan alias usaha sebagai hasil dari aktivitas berpikir.
Dengan demikian, berpikir itu wajib menghasilkan amal, baik itu berupa perkataan seperti yang dihasilkan para penulis lagu dan sastrawan, atau berupa tindakan nyata seperti yang dihasilkan para ilmuwan dalam ilmu-ilmu eksperimental. Atau juga berupa pekerjaan fisik langsung seperti makan, mengajar, dan lainnya.
Begitulah sobat muda muslim semua. Untuk dapat menghasilkan buah yang sedang dipikirkan, berpikir mesti dilakukan dengan serius, baik buah tersebut  nantinya benar-benar dapat diperoleh atau malah gagal diraih sama sekali. Ingat, yang namanya kegagalan itu harus ada kalo kita mau berhasil.
Keseriusan merupakan faktor yang harus ada dalam aktivitas berpikir. Tanpa keseriusan, aktivitas berpikir hanya akan menjadi sia-sia dan main-main belaka, atau hanya merupakan rutinitas yang dilakukan terus-menerus karena adanya dominasi adat dan kebiasaan.
Rutinitas berpikir semacam itu hanya akan menjadikan seorang pemikir menganggap baik kehidupan yang dijalaninya, padahal sebenarnya buruk. Lebih dari itu, cara berpikir seperti itu akan menjauhkan benak manusia dari setiap gagasan tentang perubahan, atau setiap upaya untuk berpikir tentang perubahan.
Padahal kita semua diminta oleh Rasulullah untuk selalu dinamis. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. So, marilah kita jelang hari esok yang lebih baik. Pasti. [hnf]

Comments

Popular posts from this blog

Curug Ciorok

Curug Ciorok.. Curug = Air Terjun,  Orok = Bayi tapi soal penamaan saya gak tahu pasti apa yang jelas Add Classic melihat plang nya sudah seperti itu... :) kalo Anda browsing,, Curug Ciorok atau Curug Orok,, yang tampil adalah gambar atau foto Curug Orok di Garut yang sudah terkenal itu.. tapi awas jangan keliru ini ada di Bogor tepatnya di Kampung Pasir Pogor Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kab. Bogor. Kaki Gunung Salak. 2 Agustus 2014, kami berencana untuk mengunjungi Curug Ciorok ini, kami tidak ada yang tahu sebelumnya namun bukan berarti nekat juga kami mengumpulkan informasi dengan bertanya kepada warga setempat. Kami disini adalah selain saya ikut juga Add Classic, beserta istrinya Teh Utie Classic, Agus Setiawan dan Algi Aziz Fauzi. Dalam perjalanan kami bertemu dengan 6 orang anak-anak. 2 orang murid SMP dan 4 orang murid SD yang sedang bermain di sebuah pos,, setelah berbincang-bincang akhirnya kami bergabung menjadi 11 orang. Teman perjalanan ka

Dialog sesaat dengan Sang akal (Kemegahan?)

Sedih merasuk ketika seorang kawan terjerembab ke pergulatan angkuhnya dunia. Tapi aku pikir lagi, toh itulah kebanggaannya…. Mungkin dunia ini hanyalah seonggok benda murah di hadapan kita. Karena kita lebih berkuasa! Kita melebihi raksasa paus bongkok maupun biru di lautan sana. Kita melebihi langit yang menjulang dan bintang yang bersinar. Karena Kita memiliki sesuatu yang tidak dipunyai oleh mereka. Akal! Itulah kemegahan itu… Suatu saat aku berpikir harus menemukan darimana aku datang, siapa diriku, apa arti keberadaan diriku dan kemana kan berakhir setelah ajal meminang. Karena memang aku harus tahu jawaban itu, kalau tidak aku kan menjadi manusia terbodoh di dunia ini. Hahahaha…. Memangnya gampang mencari jawaban itu? Mungkin aku harus menjadi orang gila dulu untuk mendapatkan jawaban-jawaban itu. Tapi… haruskah aku menjadi orang gila? Toh aku memiliki kemegahan yang kubangga-banggakan. Huh! Bodoh sekali kalau aku tak dapat memanfaatkannya. Sejarah telah