Sedih merasuk ketika seorang
kawan terjerembab ke pergulatan angkuhnya dunia. Tapi aku pikir lagi, toh
itulah kebanggaannya….
Mungkin dunia ini hanyalah
seonggok benda murah di hadapan kita. Karena kita lebih berkuasa!
Kita melebihi raksasa paus
bongkok maupun biru di lautan sana.
Kita melebihi langit yang
menjulang dan bintang yang bersinar.
Karena Kita memiliki sesuatu yang
tidak dipunyai oleh mereka.
Akal!
Itulah kemegahan itu…
Suatu saat aku berpikir harus
menemukan darimana aku datang, siapa diriku, apa arti keberadaan diriku dan
kemana kan
berakhir setelah ajal meminang. Karena memang aku harus tahu jawaban itu, kalau
tidak aku kan
menjadi manusia terbodoh di dunia ini. Hahahaha…. Memangnya gampang mencari
jawaban itu? Mungkin aku harus menjadi orang gila dulu untuk mendapatkan
jawaban-jawaban itu. Tapi… haruskah aku menjadi orang gila? Toh aku memiliki
kemegahan yang kubangga-banggakan. Huh! Bodoh sekali kalau aku tak dapat memanfaatkannya.
Sejarah telah membuktikan, aku hanya perlu 3 rumus untuk mendapatkan kebenaran
jawaban itu (btw, apakah kau orang yang percaya kebenaran?);
-
memuaskan akal
-
menentramkan perasaan
-
sesuai dengan kodrat manusia
Apa kau kan bilang bahwa aku terdoktrin mempercayai
3 rumus itu? Coba saja cari rumus yang lain kalau kau mempunyai otak yang
jenius untuk mendepaknya.
Aku benar-benar sadar bahwa otak
inilah kemegahan itu. Pasti kau tahu bagaimana cara kerja otak! Syarat pertama;
tunjukkan eksistensi real objek yang kau pikirkan di hadapanku! Kalau tidak ada,
bohong itu! (benar gitu bohong?) Namun, kemudian otakmu berkelit, ketika
sesuatu ada pasti ada yang membuatnya ada, kalau tidak, bohong itu! Dan semesta
jagat raya, universe, heavenly bodies whateva kau menyebutnya,
pasti ada yang membuatnya ada, ya tidak? Kalau tidak, bohong itu! Lalu otakmu
mengiyakan…wah! Pasti ada sesuatu yang “Keren” yang udah membuat semua ini ada,
wow…keren! Lalu siapakah dia yang telah membuat mataku berdecak kagum seperti
ini? Tidak mungkin setan-setan jalang yang selalu membuntutiku, tidak mungkin sesuatu
yg akan FUBAR (tau FUBAR gak? FUBAR=Fuck Up Beyond All Recognition=destroyed
terribly=hancur berkeping-keping=qo it), tidak mungkin dia tidak ada, tidak
mungkin dia dari golongan aku serta teman2ku yang sok pintar. Dia tidak boleh
cacat dalam segala hal. Pokonya must b perfect!
Sebaiknya kuhampiri orang-orang
yang menyeru pada kebenaran, tapi mana yang benar ya? Lha kan tadi ada rumusnya…Setelah bergumul
pemikiran, lari-lari, jungkir balik, maju mundur, akhirnya aku tertumbuk pada
ISLAM. Katanya itu agama wahyu yang menyampaikan kebenaran hakiki, dan aku
telah memakai rumusku yang tiga tadi, hasilnya? Cocok euy…aku pikir aku gak
bakalan gonta-ganti deh… Tapi apakah kau telah menemukan ISLAM as The One True
Truth? Dan ALLAH as The One True God? Kalo belum, Jangan-jangan kau belum
menggunakan kemegahanmu tadi untuk berpikir…
Sekarang permasalahan pertama
selesai, Lalu, muncul pertanyaan dari kemegahanku; apakah yang akan terjadi
pada diriku yang telah menjadi a believer
ini? Apakah aku terkungkung, terikat, tertindas, terkuasai? Aku pikir aku harus
menjadi pribadi yang bebas—membebaskan akalku sebebas-bebasnya hingga tak ada
lagi bersisa penjara dan kungkungan itu, hingga diri ini melayang ke singgasana
mutlak yang bebas seperti yang kuinginkan. Aku berpikir lagi aku harus menjadi
pribadi yang sempurna hingga mencapai titik klimaksnya dengan jalan
berevolusi—berkembang—berdialektik. O God, wht de h**l is this? Tuing...tuing…!
Ya, manusia akan terus
berevolusi, membenahi dirinya untuk menjadi lebih baik, (bukannya berevolusi
jadi monyet), karena hidup adalah proses yang terus menerus hingga malaikat
melemparkan selendang mautnya. Itu semua karena manusia tidak sempurna. Namun
sekarang permasalahannya, ketika kemegahan —otak tadi telah tunduk dan beriman (yakin
100% pd Sang Pencipta), lalu bentuk kebenaran apalagi yg akan dikembangkan oleh
akal? Toh, semunya telah disediakan hukum-hukumnya oleh Raja Semesta, dan itu
memang tak terbantahkan (ada yg mo membantah? Silahkan, sediakan argument yg
jitu!). Bentuk kepuasan apalagi yang akan dicari selain mencari ridho-Nya?
Memuaskan otak dengan kejeniusannya, agar kau menjadi pribadi sempurna yg bebas
dalam berpikir? Menjadi seorang believer
mempunyai konsekuensi yang wajib diterima: tunduk. Karena akal, hati, dan
apa-apa yang membungkus diri ini telah berikrar dalam pengakuan yang dalam
bahwasanya ada sesuatu yang berkuasa atas every
single thing in this world! Kalau kita menolak—hukum2Nya, ketentuan2Nya,
peringatan2Nya, setengah dari hukumNya, apakah kita termasuk orang yang
beriman? Mungkin kita perlu berfikir lagi apakah kita orang yg beriman ketika
kita menanggalkan, mencampakkan, mendistorsi sedikit saja dari hukum2Nya. Mana
kejantanan itu setelah ikrar telah terucap bahwa kita orang beriman?
Aku pikir orang yang paling
sombong dan angkuh pada Tuhan adalah para filsuf dan orang-orang yg termakan
omongan filsuf-filsuf. Tahu tidak kalau Sartre itu atheis? Marx itu atheis, Nietzscheitu
atheis, Foucault itu juga atheis, dan masih banyak lagi para filsuf jebolan
atheis. Apa sebab? Karena mereka tidak mau mengakui kelemahan diri dan tunduk
pada keberadaan Tuhan yang katanya akan mengekang kebebasan manusia, gila gak
tuh? Mereka terlalu angkuh untuk mengakui Tuhan karena katanya Tuhan itu gak
esensi, itu semua karena kemegahan (otak) mereka, mereka selalu mencari hakikat
kesempurnaan dari setiap hal, hakikat dimana mereka dapat merelevansikannya
rasio dan empiris, dan hal itu disandarkan pada teori berpikir manusianya yang
penuh nafsu dan keangkuhan. Sedangkan kebenaran mutlak telah datang di hadapan
mereka, kebenaran wahyu Tuhan, apakah itu semua bualan ketika Sang
Rasul—Muhammad mati-matian menyebarkan risalah Tuhan, sampai2 di tengah
kesedihannya, ia mengadu pada Tuhan di kebun anggur saat dikepung kaum kafir,
seandainya semua ini bukan karena Allah, bukan karena kebenaran yg hakiki,
bukan karena jiwa yg tunduk pada suatu kemahasempurnaan, tentulah aku akan
berlepas tangan dari semua ini—menyampaikan kebenaran risalah Islam. Nah, apakah
kita manusia yang saking sangat cerdasnya hingga tak dapat lagi berfikir jernih
kalau ada yg menggenggam semesta ini? Apakah kita saking jeniusnya hingga
menentang kesempurnaan yang telah datang? Hai, orang-orang yg beriman,
katakanlah bahwasanya keimanan adalah ketundukan! Ketika kita tunduk pada akal,
kita telah menjadi hamba akal bukan? Bukankah akal manusia yang katanya bebas
nilai itu sangat egois? Perfeksionis? Individualis? Apatis? Serta is is
lainnya. Dan akal telah membantai diri manusia sendiri.
Aku pikir, manusia bukanlah
Tuhan. Ya atau tidak? Kalau kita adalah Tuhan tentu akan sepenuhnya mencapi
derajat kepuasan berfikir tanpa batas. Apakah kita sadar kalau kita adalah
manusia? Dan akhirnya manusia bukanlah suatu hakikat yang bebas, dia makhluk
terikat, ‘coz all of things belong to Him, wht r u gonna do? (najmah R.)
Teruntuk pencari kebenaran dan kebahagiaan
Comments
Post a Comment